Dalam
agama Hindu,
Angsa (Dewanagari: हंस; IAST: haṃsa) adalah salah satu
awatara (inkarnasi)
Wisnu yang disebut dalam kitab
Bhagawatapurana. Angsa merupakan salah satu awatara yang muncul pada zaman
Satyayuga atau zaman kebajikan.
[1] Angsa muncul sebagai awatara berwujud
angsa yang memberi pengetahuan suci kepada
Dewa Brahma dan para putra Beliau (
Catursana).
Bhagawatapurana
Menurut kitab
Bhagawatapurana, pada masa
Satyayuga (zaman kebajikan),
Tuhan (oleh sekte
Waisnawa diidentikkan dengan
Wisnu) dikenal dengan nama
Haṃsa (secara
harfiah berarti "
angsa"). Dalam kitab (buku 11 bab 5 [sloka 21-23]) disebutkan:
Pada masa
Satyayuga,
Yang Mahakuasa berwarna putih dengan empat lengan, berambut ikal kusut
dan memakai pakaian dari kulit kayu. Ia membawa kulit rusa hitam, benang
suci,
tasbih dan tongkat dan kendi.
[2]
Rakyat pada masa Satyayuga merasa damai, tanpa iri hati, menyayangi
seluruh makhluk dan mantap dalam segala situasi. Mereka memuja
kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan
meditasi yang teguh dan dengan pengendalian
indera dalam dan luar.
[3] Pada Satyayuga, Yang Mahakuasa dipuja dengan nama
Haḿsa (angsa),
Suparṇa (sayap indah),
Vaikuṇṭha (penguasa alam tertinggi),
Dharma (penegak kebajikan),
Yogeśvara (penguasa
yoga),
Amala (yang tak ternoda),
Īśvara (penguasa tertinggi),
Puruṣa (yang sejati),
Avyakta (yang tak terlukiskan) dan
Paramātmā (jiwa termulia).
[4]
Menurut kitab
Bhagawatapurana, angsa merupakan salah satu
awatara Wisnu, di samping sepuluh awatara yang utama. Dalam kitab disebutkan:
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa,
Wisnu, telah turun ke dunia ini dengan berbagai inkarnasi-Nya, seperti Sang Hyang Hamsa [angsa],
Dattatreya,
Caturkumara dan pelindung kita sendiri,
Resabadewa
yang perkasa. Dengan berinkarnasi, Tuhan mengajarkan ilmu kesadaran
diri untuk kepentingan seluruh alam semesta. Dalam wujud-Nya sebagai
Hayagriwa, Dia membunuh raksasa Madhu dan dengan demikian membawa Weda kembali dari planet
Patalaloka di alam bawah.
[5]
Kemunculan
Dalam kitab
Bhagawatapurana diceritakan bahwa para
putra Brahma, dipimpin oleh
Sanatkumara, bertanya kepada
Brahma (dewa pencipta) tentang tujuan tertinggi pencapaian
yoga. Sanatkumara berkata:
“ |
Yang Mulia, pikiran
orang-orang secara alamiah tertarik pada objek indera material, dan juga
objek indera dalam bentuk keinginan masuk dalam pikiran. Oleh karena
itu, bagaimana bisa seseorang yang menginginkan pembebasan, yang ingin
menyeberangi kegiatan kepuasan indria, merusak hubungan timbal balik
antara objek indera dan pikiran? Tolong jelaskan ini kepada kami.[6] |
” |
Brahma bingung menjawab pertanyaan tersebut karena ia terikat dengan aktivitas penciptaan yang dilakukannya.
[7] Akhirnya ia memusatkan pikiran kepada
Wisnu,
lalu Wisnu muncul dalam wujud angsa. Beliau memberikan penjelasan
kepada Brahma dan para putranya sehingga mereka memperoleh pencerahan.
Setelah itu Beliau kembali ke singasana-Nya.
Filosofi
Angsa digunakan dalam
filosofi aliran
Adwaita Wedanta, aliran
Hindu yang mencoba memahami "Diri" (
Atman) dengan "Alam semesta" (
Brahman).
Pengulangan kata "hamso" secara terus-menerus mengubahnya menjadi
"Soaham", yang berarti "Itu adalah aku." Maka dari itu angsa sering
dihubungkan dengan Jiwa Tertinggi atau
Brahman. Cara angsa terbang juga melambangkan kelepasan dari siklus
samsara (
reinkarnasi atau punarbhawa). Unggas tersebut juga memiliki konotasi dalam filsafat
Advaita Vedanta—meskipun
angsa tersebut hidup di air namun bulunya tidak basah oleh air, mirip
dengan para pengikut Advaita yang mencoba hidup di dunia yang dipenuhi
dengan
Maya (
ilusi), namun tidak terjerat oleh ilusi duniawi.
[8
Tidak ada komentar :
Posting Komentar