Siwa (Dewanagari: शिव; IAST: Śiva) adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa
Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah
usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus
dikembalikan kepada asalnya.
Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru. Adya / Siwa / Pusat / Segala Warna (Cahaya) = peleburan kemanunggalan.
Dewa Kumara (Kartikeya)
Kartikeya (Dewanagari: कार्तिकेय; IAST: Kārtikeya) (Tamil: முருகன) (disebut juga Skanda, Murugan, dan Kumara) adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dia juga dikenal dengan berbagai nama, seperti misalnya Murugan, Kumara, Shanmukha, Skanda dan Subramaniam. Dia merupakan Dewa perang dan pelindung negeri Tamil.
Kartikeya digambarkan sebagai dewa berparas muda, mengendarai burung merak dan bersenjata tombak. Mitologi Hindu mengatakan bahwa ia adalah putra dari Dewa Agni karena disebut Agnibhuh. Satapatha Brahmana menyatakan ia sebagai putra dari Rudra dan ia merupakan wujud kesembilan dari Agni. Beberapa legenda menyebutkan bahwa ia adalah putra Dewa Siwa.
Kartikeya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ganesa dan Dewi Parwati.
Meskipun ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa mahsyur sebagai "Pengusir segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara.[2] Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda.[3] Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, (Sanskerta: गाणपत्य; gāṇapatya), yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu.[4] Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa.
Karakteristik
Umat Hindu, khususnya umat Hindu di India, meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:- Bertangan empat, masing-masing membawa:
trisula, cemara, tasbih/genitri, kendi - Bermata tiga (tri netra)
- Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
- Ikat pinggang dari kulit harimau
- Hiasan di leher dari ular kobra
- Kendaraannya lembu Nandini
Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru. Adya / Siwa / Pusat / Segala Warna (Cahaya) = peleburan kemanunggalan.
Putra
Menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Dewa Siwa memiliki putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra Dewa Siwa tersebut yakni:Dewa Kumara (Kartikeya)
Kartikeya (Dewanagari: कार्तिकेय; IAST: Kārtikeya) (Tamil: முருகன) (disebut juga Skanda, Murugan, dan Kumara) adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dia juga dikenal dengan berbagai nama, seperti misalnya Murugan, Kumara, Shanmukha, Skanda dan Subramaniam. Dia merupakan Dewa perang dan pelindung negeri Tamil.
Kartikeya digambarkan sebagai dewa berparas muda, mengendarai burung merak dan bersenjata tombak. Mitologi Hindu mengatakan bahwa ia adalah putra dari Dewa Agni karena disebut Agnibhuh. Satapatha Brahmana menyatakan ia sebagai putra dari Rudra dan ia merupakan wujud kesembilan dari Agni. Beberapa legenda menyebutkan bahwa ia adalah putra Dewa Siwa.
Kartikeya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ganesa dan Dewi Parwati.
Dewa Ganesa
Ganesa (Sanskerta गणेश ; ganeṣa dengarkan (bantuan·info)) adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai penjuru India; termasuk Nepal, Tibet dan Asia Tenggara. Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan dianggap merupakan salah satu putera Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India.[1]Meskipun ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa mahsyur sebagai "Pengusir segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara.[2] Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda.[3] Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, (Sanskerta: गाणपत्य; gāṇapatya), yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu.[4] Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar